Rabu, 25 April 2018


PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN DAN KEMERDEKAAN







Dosen Pengampu: Muhajir Syarif, M.Pd.I

Disusun Oleh: Kelompok VIII
Semester VI PAI.B
1.      Azimah (2015.01.013)
2.      Darul Nadwan (2015.01.017)
3.      Khusnul Malinda (2015.01.059)


Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah al-Qur’an al-Ittifaqiah
(STITQI)
Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan
Tahun Akademik 2017-2018


Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan umat islam dengan menurunkan al-Qur'an dan menjadikannya sebagai sumber hukum, nasihat, petunjuk, obat dan rahmat. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada Rasulullah SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti jejak-jejak mereka hingga akhir zaman.
Dengan pertolongan Allah, maka makalah Sejarah Pendidikan Islam ini dapat di selesaikan. Dalam makalah ini, pembahasannya tidak terlalu panjang lebar dalam membahas sesuatu topik, namun pembahasannya cukup singkat dan padat, terkadang kami memilih dari salah satu pendapat para ulama yang kami anggap kuat. Demikianlah makalah ini kami buat, dan kami menyadari masih banyak kekurangan didalam penulisan makalah ini. Demi kebenaran makalah ini kami memohon saran kepada mahasiswa mahasiswi dan khususnya kepada dosen (Sejarah Pendidikan Islam). Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Indralaya, 19 April 2018
Penyusun


Kelompok VIII



Meneliti sejarah bangsa Indonesia tidak akan lepas dari umat islam, baik dari perjuangan melawan penjajah maupun dalam lapangana pendidikan. Melihat kenyataan betapa bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam mencapai keberhasilan dengan berjuang secara tulus ikhlas mengabdikan diri untuk kepentingan agamanya disamping mengadakan perlawanan militer.
Perlu diketahui bahwa sejarah pendidikan islam di Indonesia mencakup fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Indonesia, baik formal maupun non formal. Yang dikaji melalui pendekatan metode oleh sebab itu pada setiap disiplin ilmu jelas membutuhkan pendekatan metode yang bisa memberikan motivasi dan mengaktualisasikan serta memfungsikan semua kemampuan kejiwaan yang material, naluriah, dengan ditunjang kemampuan jasmaniah, sehingga benar-benar akan mendapatkan apa yang telah diharapkan.

1.      Bagaimana Pendidikan Islam pada masa Penjajahan Belanda?
2.      Bagaimana Pendidikan Islam pada masa Penjajahan Jepang?
3.      Bagaimana Pendidikan Islam pada zaman Kemerdekaan I (orde 1945-1965)
4.      Bagaimana Pendidikan Islam pada zaman Kemerdekaan II?
5.      Bagaimana pada Masa Orde Baru/Reformasi: 1966-sekarang)


Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
a.       Pendidikan Dasar
b.      Sekolah Latin
c.       Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
d.      Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
e.       Sekolah Cina
f.       Pendidikan Islam[1].
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain: (1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu; (2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial; (3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa.; (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.
Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi (pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial belanda tidak mendapat rintangan. Hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan seperti ini sayang masih berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang berperan dalam pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan politik islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak.

Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-1945, sebab bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia. Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut indonesia dari kekuasaan belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial belanda menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Penjajahan jepang di indonesia mempunyai konsep hokko ichiu (kemakmuran bersama asia raya) dengan semboyan asaia untuk asia. Jepang mengumumkan rencana mendirikan lingkungan kemakmuran bersama asia timur raya pada tahun 1940. Jepang akan menjadi pusat lingkungan pengaruh atas delapan daerah yakni: manchuria, daratan cina, kepuluan muangtai, malaysia, indonesia, dan asia rusia. Lingkungan kemakmuran ini disebut dengan hakko I chi-u (delapan benang dibawah satu atap). Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik.
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a.       Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda.
b.      Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:[2]
a.         Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
b.         Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
c.         Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
d.        Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
e.         Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan.
f.          Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.
Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk bangkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi Islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat islam mempunya kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1.      Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
2.      Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
3.      Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
4.      Pendidikan Tinggi.
Disini beberapa tujuan pendidikan islam ketika zaman penjajahan antara lain:
a.       azaz tujuan muhamadiyah: mewujudkan masyarakat islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar ma’ruf nahi Munkar
b.      INS(Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad syafi’i) (1899-1969) bertujan mendidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
c.       Tujuan Nahdlatul Ulama’, sebelum menjadi partai politik memgang teguh mahzab empat, disamping mejadi kemaslahatan umat islam itu sendiri.
Kesimpulanya ialah bahwa tujuan pendidikan islam yang pertama adalah menanamkan rasa keislaman yang benar guna kepentingan dunia dan Akhirat, dan yang kedua membelah bangsa dan tanah air untuk memdapatkan kemerdekaan bangsa itu sendiri ataupun kemerdekaan secara manusiawi.[3]


Setelah Indonesia Merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat  perhatian  serius  dari  pemerintah,  baik  di  sekolah  negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebgaimana yang telah dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia hendaknya endaknya  pula  mendapatkan  perhatian  dan  bantuan  nyata  berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Kenyataan yang demikian timbul karena kesadaran ummat Islam yang dalam, setelah sekian lama mereka terpuruk dibawah masuk kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajah Belanda pintu masuk pendidikan modern bagi ummat Islam terbuka secara sempit. Ada dua penyebab, yaitu :
1.      Sikap dan kebijakan pemerintah kolinial yang amat diskriminatif terhadap kaum Muslim.
  1. Politik  nonkooperatif  para  ulama  terhadap  Belanda  yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda termasuk pendidikan   moderennya,   adalah   suatu   bentuk   penyelewengan agama.
Seiring dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, maka sejarah kebijakan Pendidikan di Indonesia termasuk di dalamnya Pendidikan Islam, memang tidak bisa lepas dari waktu tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa dan tonggak- tonggak sejarah sebagai  pengikat. Oleh karena itu perjalanan sejarah Pendidikan Islam di Indonesia sejak Indonesia merdeka sampai tahun 1965 yang lebih dikenal dengan Orde Lama,akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang yang lebih dikenal dengan Orde Baru.
Pada periode Orde Lama ini, berbagai peristiwa di alami oleh bangsa Indonesia dalam dunia Pendidikan, yaitu :
1.      Dari Tahun 1945-1950 landasan idial pendidikan ialah UUD 1945 dan falsafah Pancasila
  1. Pada permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat( RIS ), di negara bagiantimur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman pemerintahan Belanda.
  2. Pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan RI, landasan idial pendidikan UUDS RI.
  3. Pada tahun 1959 Presiden mendikritkan RI kembali ke UUD 1945 dan menetapkan Manifesto Politik RI menjadi haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta Usaha Tama dan Panca Wardhana.
  4. Pada tahun 1965, sesudah peristiwa G 30 S/PKI kita kembali lagi melaksanakan   Pancasila   dan   UUD   1945   secara   murni   dan konsekuen.
Setelah merdeka, pendidikan Islam mulai mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Di Sumatera, Mahmud Yunus sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran mengusulkan kepada kepala pengajaran agar pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah ditetapkan dengan resmi dan guru-gurunya digaji seperti guru-guru umum dan usulpun diterima.[4] Selain itu pendidikan agama juga mendapat tempat yang teratur, seksama dan penuh perhatian. Madrasah dan pesantren juga mendapat perhatian. Untuk itu dibentuk Departemen Agama pada tanggal 3 Desember 1946 yang bertugas mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama disekolah umum dan madrasah serta pesantren-pesantren.
Pada tahun 1975 dikeluarkan SKB dimana madrasah diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam sistem pendidikan, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan kesekolah umum.
Pada tahun 1984 dikeluarkan SKB yang merupakan tindak lanjut dari SKB 1975, yaitu tentang pembukuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah. Dengan SKB itu disebutkan bahwa madrasah memiliki persamaan sepenuhnya dengan sekolah umum dalam mencapai cita-cita pendidikan nasional dan madrasah diharapkan dapat berperan sama dengan sekolah umum dalam memenuhi tuntutan masyarakat.
Perkembangan pendidikan Islam terus ditingkatkan. Tuntutan untuk mendirikan Perguruan Tinggi juga meningkat. Sebelum kemerdekaan sebenarnya di Minangkabau sudah berdiri perguruan tinggi pertama, yaitu Sekolah Islam Tinggi didirikan oleh Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Padang. Di Jakarta didirikan STI (Sekolah Tinggi Islam) pada juli 1945oleh beberapa pimpinan Islam, yaitu Hatta dan Malik Natsir, pimpinan STI dipercayakan kepada K.H. Kahar Muzakkir.[5]

Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman orde baru, termasuk dalam bidang pendidikan, di arahkan pada upaya menopang pembangunan dalam bidang ekonomi yang ditopang oleh stabilitas ekonomi dengan pendekatan sentralistik, monoloyalitas, dan monopoli. Kebijakan dalam bidang politik selanjutnya bisa di lihat sebgai berikut : [6].
Pertama,  masuknya pendidikan islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dimulai dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri (SKB 3 M), yaitu Mentri Pendidikan Nasional, Mentri Agama, dan Mentri dalam Negri. Di dalam SKB 3 Mentri tersebut antara lain dinyatakan bahwa lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan umum dan sebaliknya, berhak mendapatkan bantuan, sarana prasarana dan diakui ijazahnya. Selain itu lahir pula Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 yang memasukkan pendidikan Islam mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang berhak mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang regulasi, bantuan keuangan, dan sumber daya manusia.
Kedua, pembaharuan madrasah dan pesantren, baik pada aspek fisik maupun non fisik. Pada aspek fisik pembaharuan dilakukan pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasarana, dan fasilitas, seperti buku, perpustakaan, dan peraltan labolatorium. Adapun pada aspek nonfisik meliputi pembaharuan bidang kelembagaan, menejemen pengelolaan, kurikulum, mutu sumber daya manusia, proses belajar mengajar, jaringanInformation Technology (IT), dan lain sebagainya. Pembaharuan Madrasah dan pesantren ini ditujukan agar selain mutu madrasah dan pesantren tidak kalah dengan mutu sekolah umum, juga agar para lulusannya dapat memasuki dunia kerja yang lebih luas. Hal ini di anggap penting, agar lulusan madrasah dan pesantren dapat memiliki berbagai peluang untuk memasuki lapangan kerja yang lebih luas, dengan demikian umat islam tidak hanya menjadi objek atau penonton pembangunan, melainkan dapat berperan sebagai pelaku atau agen pembaharuan dan pembangunan dam segala bidang, dengan cara demikian, umat islam dapat meningkatkan kesejahteraannya di bidang ekonomi dan lain sebagainya. Pembaharuan pendidikan madrasah dan pesantren tersebut dibantu oleh pemerintah melalui dana, baik yang berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) maupun dana yang berasal dari pinjaman luar negri, seperti dari Islamic Development Bank (IDB) dan Asian Development Bank (ADB).
Ketiga, pemberdayaan pendidikan islam nonformal. Pada zaman orde baru pertumbuhan dan perkembangan pendidikan nonformal yang dilakasanakan atas inisiatif masyarakat mengalami peningkatan yang amat signifikan. Pendidikan islam nonformal tersebut antara lain dalam bentuk majlis taklim baik untuk kalangan masyarakat islam kelompok masyarakat biasa, maupun bagi masyarakat menengah ke atas. Berbagai majlis taklim baik yang diselenggarakan lembaga-lembaga kajian, maupun majlis taklim mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada zaman Orde Baru ini misalnya telah muncul ribuan majelis taklim kaum ibu yang selanjutnya tergabung dalam BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim) mulai dari tingkat pusat sampai dengan kabupaten, kota, kecamatan.
Melalui lembaga pendidikan Islam nonformal ini, meyebabkan Islam semakin menelesat ke dalam kehidupan masyarakat, dan mendorong lahirnya masyarakat kota yang semakin reeligius. Keadaan ini pada gilirannya semakin meningkatkan jumlah kalangan masyarakat Islam elite tingkat atas dan menengah untuk melaksanakan ibadah haji dan terjun ke dalam kegiatan pendidikan Islam. Sejalan dengan itu, maka muncul pula apa yang disebut sebagai santri kota, yaitu masyarakat kota yang semakin cinta pada Islam dan berusaha mengamalkannya dengan baik. Dan untuk itu, maka kegiatan ceramah agama semakin semarak, dan buku-buku atau bahan bacaan yang berkaitan dengan pembinaan mentaal spiritual semakin diminati.
Keempat, peningkatan atmosfer dan suasana praktik sosial keagamaan. Dalam kaitan ini, pemerintah orde baru telah mendukung lahirnya berbagai pranata ekonomi, sosial, budaya dan kesenian islam. Lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), Harian Umum Republika, Undang-Undang Peradilan Agama, Festifal Iqbal, BaytAl-Qur’an, dan lainnya adalah lahir pada zaman Orde Baru. Semua ini antara lain merupakan buah dari keberhasilan pembaharuan pendidikan islam sebagaimana tersebut di atas.


1.      Pendidikan islam pada zaman kolonial belanda tidak mendapat rintangan. Hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa.
2.      Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-1945, sebab bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia. Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut indonesia dari kekuasaan belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial belanda menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
3.      Setelah Indonesia Merdeka, penyelenggara pendidikan agama mendapat  perhatian  serius  dari  pemerintah,  baik  di  sekolah  negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebgaimana yang telah dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945
4.      Setelah merdeka, pendidikan Islam mulai mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Di Sumatera, Mahmud Yunus sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran mengusulkan kepada kepala pengajaran agar pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah ditetapkan dengan resmi dan guru-gurunya digaji seperti guru-guru umum dan usulpun diterima.
5.      Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman orde baru, termasuk dalam bidang pendidikan, di arahkan pada upaya menopang pembangunan dalam bidang ekonomi yang ditopang oleh stabilitas ekonomi dengan pendekatan sentralistik, monoloyalitas, dan monopoli. Kebijakan dalam bidang politik

Demikianlah makalah ini kami buat, dan kami menyadari masih banyak kekurangan didalam penulisan makalah ini. Demi kebenaran makalah ini kami memohon saran kepada mahasiswa mahasiswi dan khususnya kepada dosen (Sejarah Pendidikan Islam). Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Hasymy. 1979. Mengapa Umat Islam Mempertahankan Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Hidakarya.

Sitompul, Agussalim. 2008. Usaha-usaha mendirikan negara Islam dan pelaksana syariat Islam di Indonesia. Jakarta: CV misaka galiza.
Sunanto, Musyrrifah.  2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Wahab,Rohidin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Yunus, Mahmud.  1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya.
Zuhairini, dkk. 2015. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.




[1]Rohidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,  (Bandung:Alfabeta, 2004),  hal. 17
[2]Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. Ke-13, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hal. 151-152
[3]Musyrrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 124-126
[4] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya, 1985), hal. 174
[5] A. Hasymy, Mengapa Umat Islam Mempertahankan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:, 1979), Hal. 331
[6] Agussalim Sitompul, Usaha-usaha mendirikan negara Islam dan pelaksana syariat Islam di Indonesia, (Jakarta: CV misaka galiza, 2008,  hal. 133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar