MATERI PAI
(SHALAT 5 WAKTU)
Dosen Pengampu: Akip, M.Si
Disusun Oleh:
Nama : Khusnul Malinda
NIM : 2015.01.059
Semester : V (Lima) PAI.B
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL-QUR’AN AL-ITTIFAQIAH
INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA
SELATAN
TAHUN AKADEMIK 2017-2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
yang telah memuliakan umat islam dengan menurunkan al-Qur'an dan menjadikannya sebagai
sumber hukum, nasihat, petunjuk, obat dan rahmat. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan pada Rasulullah SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan
siapa saja yang mengikuti jejak-jejak mereka hingga akhir zaman.
Dengan pertolongan Allah,
maka makalah Materi PAI ini dapat di selesaikan. Dalam makalah ini,
pembahasannya tidak terlalu panjang lebar dalam membahas sesuatu topik, namun
pembahasannya cukup singkat dan padat, terkadang kami memilih dari salah satu
pendapat para ulama yang kami anggap kuat. Demikianlah
makalah ini kami buat, dan kami menyadari masih banyak kekurangan didalam
penulisan makalah ini. Demi kebenaran makalah ini kami memohon saran kepada
mahasiswa mahasiswi dan khususnya kepada dosen (Materi
PAI). Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Indralaya,
05 Oktober 2017
Penyusun
Khusnul
Malinda
BAB 1
PENDAHULUAN
Sering
kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk
yang paling sempurna yaitu sholat, atau terkadang tahu tentang kewajiban tapi
tidak mengerti terhadap apa yang dilakukaan. Selain itu juga bagi kaum fanatis
yang tidak menghargai tentang arti khilafiyah, dan menganggap yang berbeda itu
yang salah. Oleh karena itu mari kita kaji bersama tentang arti shalat, dan cara
mengerjakannya serta beberapa unsur didalamnya.
Shalat
merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi
(tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat
,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia
meruntuhkan agama (Islam).
Shalat
harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17
rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali
bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit.
1. Apakah
pengertian dari shalat 5 waktu?
2. Bagaimana
tatacara melaksanakan shalat 5 waktu menurut 4 imam mazhab (Imam Hanafi, Imam
Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali)?
1. Untuk
mengetahui pengertian dari shalat 5 waktu.
2. Untuk
mengetahui bagaimana cara melaksanakan shalat menurut masing-masing pendapat
dari 4 imam mazhab tersebut.
Shalat
menduduki derajat amat tinggi yang tidak dapat ditandingi oleh ibadah-ibadah
lainnya dalam islam. Shalat adalah tiang agama dan “tali Allah” yang kuat.
Rasulullah SAW bersabda “pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah
shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah,” (Mutafaq Alaih).
Shalat
secara etimologi adalah do’a, sedangkan menurut terminologi adalah serangkaian
ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Disebut shalat karena ibadah tersebut menjadi penghubung (shilah) antara
seorang hamba dengan Rabbnya. Selain itu, shalat juga menunjukkan kebutuhan
manusia terhadap dzat yang menciptakan dan memberinya rezeki. Shalat adalah
rukun Islam yang paling penting setelah 2 kalimat syahadat. Allah menetapkan
shalat sebagai kewajiban pada malam isra’ mi’raj, sebagaimana yang disitir oleh
Anas, “Shalat diwajibkan atas Rasulullah SAW pada malam isra’ sebanyak 50,
tetapi kemudian terus dikurangi hingga menjadi 5. Lalu Rasulullah diseru,
“Muhammad, aku tidak mengganti firman-ku. Bagimu lima rakaat sama nilainya
dengan lima puluh rakaat” (HR. Ahmad, An-Nasa’i, dan at-Tarmidzi)[1].
a.
Niat : Semua ulama mazhab
sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah diminta. Ibnu Qayyim
berpendapat dalam bukunya Zadul Ma'ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid
pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad
SAW bila menegakkan sholat, beliau langsung mengucapkan Allahu akbar dan beliau
tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali.
Niat adalah
penentu sah atau tidak ibadah seseorang. Demikian juga dengan shalat. Shalat
hanya sah dilakukan jika disertai dengan niat. Dalam pelaksanaan niat shalat
terdapat beberapa pendapat. Dalam Madzhab sendiri, para pengikut beliau ada
yang berpendapat bahwa niat harus bersamaan dengan mulai dan berakhirnya
takbiratul hram, dan ada pula yang berpendapat sedikit longgar bahwa niat mesti
dilakukan saat takbiratul ihram walaupun tidak bersamaan dengan mulai dan
berakhirnya takbiratul ihram.[3]
Adapun niat
shalat 5 waktu adalah sebagai berikut:
-
Niat Shalat
Subuh
تَعَالَى للهِ مَأْمُوْمًااَدَاءً
الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ رَكْعَتَيْنِ الصُّبْحِ فَرْضَ اُصَلّى
Artinya : Aku berniat shalat fardu Shubuh dua raka'at menghadap
kiblat sebagai ma'mum karena Allah Ta'ala
-
Niat Shalat Dzuhur
تَعَالَى للهِ مَأْمُوْمًااَدَاءً
الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ رَكَعَاتٍ الظُّهْرِاَرْبَعَ
فَرْضَ اُصَلّى
Artinya : Aku
berniat shalat fardu Dzuhur empat raka'at menghadap kiblat sebagai ma'mum
karena Allah Ta'ala
-
Niat Shalat Ashar
تَعَالَى للهِ مَأْمُوْمًااَدَاءً الْقِبْلَةِ
مُسْتَقْبِلَ رَكَعَاتٍ الْعَصْرِاَرْبَعَ فَرْضَ اُصَلّى
Artinya :
Aku berniat shalat fardu 'Ashar empat raka'at menghadap kiblat sebagai ma'mum
karena Allah Ta'ala.
-
Niat
Shalat Maghrib
تَعَالَى للهِ مَأْمُوْمًااَدَاءً الْقِبْلَةِ
مُسْتَقْبِلَ رَكَعَاتٍ ثَلاَثَ لْمَغْرِبِا فَرْضَ اُصَلّى
Artinya :
Aku berniat shalat fardu Maghrib tiga raka'at menghadap kiblat sebagai ma'mum
karena Allah Ta'ala
-
Niat
Shalat Isya’
تَعَالَى للهِ مَأْمُوْمًااَدَاءً الْقِبْلَةِ
مُسْتَقْبِلَ رَكَعَاتٍ اَرْبَعَ الْعِشَاءِفَرْضَ اُصَلّى
Artinya :
Aku berniat shalat fardu 'Isya empat raka'at menghadap kiblat sebagai ma'mum
karena Allah Ta'ala
b.
Takbiratul
Ihram :
Sholat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Menurut Maliki dan Hambali :
Kalimat takbiratul ihram adalah Allah Akbar (Allah Maha Besar) tidak boleh
menggunakan kata-kata lainnya.
Syafi'i : Boleh mengganti "Allahu Akbar"
dengan "Allahu Al-Akbar", ditambah dengan alif dan lam pada kata
Akbar.
Hanafi : Boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau
sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti Allah Al-A'dzam dan Allahu
Al-Ajall (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia).
Syafi'i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa
mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang sholat itu
adalah orang ajam (bukan orang Arab).
Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja,
walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab.
Semua ulama mazhab sepakat, syarat takbiratul ihram
adalah semua yang disyaratkan dalam sholat. Kalau bisa melakukannya dengan
berdiri dan dalam mengucapkan kata Allahu Akbar itu harus didengar sendiri,
baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli.
c.
Berdiri : Semua ulama mazhab
sepakat bahwa berdiri dalam sholat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul
ihram sampai ruku', harus tegap, bila tidak mampu ia boleh sholat dengan duduk.
Bila tidak mampu duduk, ia boleh sholat dengan miring pada bagian kanan,
seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan
badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi.
Hanafi berpendapat : Siapa yang tidak bisa duduk, ia
boleh sholat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga
isyaratnya dalam ruku' dan sujud tetap menghadap kiblat. Dan bila tidak mampu
miring ke kanan,
Syafi'i dan Hambali ia boleh sholat terlentang dan
kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan
dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya.
Hanafi : Bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah sholat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (mengqadha'nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.
Hanafi : Bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah sholat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (mengqadha'nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.
Maliki : Bila sampai seperti ini, maka gugur perintah
sholat terhadapnya dan tidak diwajibkan mengqadhanya.
Syafi'i dan Hambali : Sholat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus sholat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan sholat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.
Syafi'i dan Hambali : Sholat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus sholat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan sholat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.
d.
Bacaan : Ulama mazhab berbeda
pendapat.
Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam sholat fardhu tidak
diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan
Al-Quran surat Muzammil ayat 20 : "Bacalah apa yang mudah bagimu dari
Al-Quran," (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 122, dan Mizanul
Sya'rani, dalam bab shifatus shalah).
Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang sholat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam sholat tu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua tangan adalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya.
Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang sholat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam sholat tu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua tangan adalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya.
Syafi'i : Membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap
rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat
terakhir, baik pada sholat fardhu maupun sholat sunnah. Basmalah itu merupakan
bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan
harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada
sholat maghrib dan isya', selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan.
Pada sholat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari
ruku' pada rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran
setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan
menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan
wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di
belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan
agak miring ke kiri.
Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setiap
rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada
rakaat-rakaat terakhir, baik pada sholat fardhu maupun sholat sunnah,
sebagaimana pendapat Syafi'i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah
Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari
surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan
pad sholat subuh dan dua rakaat pertama pada sholat maghrib dan isya', serta
qunut pada sholat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh,
tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada sholat fardhu.
Hambali : Wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat,
dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama.
Dan pada sholat subuh, serta dua rakaat pertama pada sholat maghrib dan isya'
disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat,
tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut
hanya pada sholat witir bukan pada sholat-sholat lainnya. Sedangkan
menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling
utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak
tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar.
Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah
sunnah, berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi 'alaihim waladzdzaallin, maka
kalian harus mengucapkan amin."
e.
Ruku' : Semua ulama mazhab
sepakat bahwa ruku' adalah wajib di dalam sholat. Namun mereka berbeda pendapat
tentang wajib atau tidaknya berthuma'ninah di dalam ruku', yakni ketika ruku'
semua anggota badan harus diam,tidak bergerak.
Hanafi : Yang diwajibkan hanya semata-mata
membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak wajib thuma'ninah. Mazhab-mazhab
yang lain : Wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu
berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan berthuma'ninah dan diam (tidak
bergerak) ketika ruku'.
Syafi'i, Hanafi, dan Maliki : Tidak wajib berdzikir
ketika sholat, hanya disunnahkan saja mengucapkan :Subhaana rabbiyal 'adziim,
"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung."
Hambali : Membaca tasbih ketika ruku' adalah wajib.
Kalimatnya menurut Hambali : Subhaana rabbiyal 'adziim, "Maha Suci Tuhanku
Yang Maha Agung."
Hanafi : Tidak wajib mengangkat kepala dari ruku' yakni
i'tidal (dalam keadaan berdiri). Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu
makruh. Mazhab-mazhab yang lain : Wajib mengangkat kepalanya dan beri'tidal,
serta disunnahkan membaca tasmi', yaitu mengucapkan : Sami'allahuliman hamidah,
"Allah mendengar orang yang memuji-Nya."
f. I’tidal : I’tidal adalah posisi tegak kembali pada keadaan
semula seperti saat sebelum ruku’ (apabila sebelum ruku’ seseorang sholat
dengan berdiri maka I’tidalnya berdiri kembali, apabila sebelum ruku’ sholatnya
dengan duduk maka i’tidalnya berarti duduk kembali)[4]
Dalil yang
mengharuskan I’tidal : Sabda Nabi
Muhammad SAW "Allah tidak akan melihat kepada sholat seseorang
yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku' dan sujudnya." (HR
Ahmad, dengan isnad shahih)
Nabi bersabda pada orang-orang yang tidak baik sholatnya “Bangunlah, sehingga kamu berdiri tegak” (HR. Muslim)
Dari ‘Aisyah Ra “Apabila beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, maka dia tidak langsung sujud sebelum berdiri lurus terlebih dahulu" (HR. Muslim)
Nabi bersabda pada orang-orang yang tidak baik sholatnya “Bangunlah, sehingga kamu berdiri tegak” (HR. Muslim)
Dari ‘Aisyah Ra “Apabila beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, maka dia tidak langsung sujud sebelum berdiri lurus terlebih dahulu" (HR. Muslim)
Menurut
madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali I’tidal tergolong rukunnya sholat yang
apabila tidak dikerjakan (dengan kesengajaan) berakibat batalnya sholat
(berdasarkan hadits diatas) sedang menurut Maszhab Hanafi I’tidal tidak
termasuk rukunnya sholat tapi termasuk wajibnya sholat dalam arti apabila
I’tidal tidak dikerjakan sholatnya tetap sah hanya saja berdosa karena
meninggalkan barang wajib.
g.
Sujud : Semua ulama mazhab
sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Mereka
berbeda pendapat tentang batasnya.
Maliki, Syafi'i, dan Hanafi : yang wajib (menempel)
hanya dahi, sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah.
Hambali : Yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh
(dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna.
Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi delapan.
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma'ninah di
dalam sujud, sebagaimana dalam ruku'. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam
ruku' juga mewajibkannya di dalam sujud.
Hanafi : Tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : Wajib duduk di antara dua sujud.
Hanafi : Tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : Wajib duduk di antara dua sujud.
h.
Tahiyyat : Tahiyyat di dalam
sholat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah
dua rakaat pertama dari sholat maghrib, isya', dzuhur, dan ashar dan tidak
diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam,
baik pada sholat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat.
Hambali : Tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : Hanya sunnah.
Hambali : Tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : Hanya sunnah.
Syafi'i, dan Hambali : Tahiyyat terakhir adalah wajib.
Maliki dan Hanafi : Hanya sunnah, bukan wajib.
Syafi'i, Maliki, dan Hambali :Mengucapkan salam adalah
wajib.
Hanafi : Tidak wajib. (Bidayatul Mujtahid, Jilid I,
halaman 126).
Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu : Assalaamu'alaikum warahmatullaah, "Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian."
Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu : Assalaamu'alaikum warahmatullaah, "Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian."
Hambali : Wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan
yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib.
i.
Tertib : Diwajibkan tertib
antara bagian-bagian sholat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan dari
bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib
didahulukan dari ruku', dan ruku' didahulukan daru sujud, begitu seterusnya.
j.
Berturut-turut : diwajibkan mengerjakan
bagian-bagian sholat secara berurutan dan langsung, juga antara satu bagian
dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah bertakbir
tanpa ada selingan. Dan mulai ruku' setelah membaca Al-Fatihah atau ayat
Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan
lain, antara ayat-ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf.[5]
1.
Shalat secara etimologi adalah do’a,
sedangkan menurut terminologi adalah serangkaian ucapan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Disebut shalat karena ibadah
tersebut menjadi penghubung (shilah) antara seorang hamba dengan Rabbnya.
Selain itu, shalat juga menunjukkan kebutuhan manusia terhadap dzat yang
menciptakan dan memberinya rezeki. Shalat adalah rukun Islam yang paling
penting setelah 2 kalimat syahadat.
2.
Tatacara shalat 5 waktu menurut 4 mazhab
(Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali) yaitu :
a. Niat
b. Takbiratul
ihram
c. Berdiri
d. Bacaan
e. Ruku’
f. I’tidal
g. Sujud
h. Tahiyyat
i.
Tertib
j.
Berturut-turut
Jaya,
Agus. 2016. Bekal Abadi Muslim. Indralaya
: Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah.
Labib.
2008. Kunci Ibadah Lengkap. Surabaya:
Bintang Usaha Jaya
Sami
bin Abdullah al-Maghluts. 2009. Atlas
Agama Islam. Jakarta: Almahira
https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.co.id/2013/05/sholat-wajib-menurut-4-imam-mazhab-imam.html.
diakses pada tanggal 07 Oktober 2017 pukul 20:39 WIB
[1] Sami bin Abdullah al-Maghluts, Atlas Agama Islam, cet. Ke-1, (Jakarta:
Almahira, 2009) hal. 256
[2] Labib, Kunci Ibadah Lengkap, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2008) hal. 40
[3] Agus Jaya, Bekal Abadi Muslim, Cet. Ke-6, (Indralaya : Pondok Pesantren
Al-Ittifaqiah, 2016), hal. 33-35
[4] Ibid,.... Hal.38
[5] https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.co.id/2013/05/sholat-wajib-menurut-4-imam-mazhab-imam.html.
diakses pada tanggal 07 Oktober 2017 pukul 20:39 WIB
How to Make Money from Betting on Sports Betting - Work
BalasHapus(don't งานออนไลน์ worry if you get it wrong, 룰렛 though) The process involves placing bets jancasino on different events, but it 실시간 바카라 사이트 추천 can also titanium metal trim be done by using the